Sabtu, 26 Maret 2011

The King’s Speech

imageBaru selesai nonton The King’s speech, komentar : keren dan unik. Jadi menyesal dulu kenapa ngga nonton awal-awal keluar. Saya kira dahulu film ini film berbau politik dan drama, genre yang kurang menarik bagi saya. Tapi kombinasi dari bosan, bandwidth yg abundant, serta rasa penasaran film pemenang oscar di kategori award Best Motion Picture of the Year, mengalahkan film scifi favorit saya Inception dan The Social Network yg entah sudah berapa kali saya tonton ulang tanpa merasa bosan; membuat saya memutuskan untuk menonton film ini.

Dari scene awal sudah mampu membuat saya duduk manis mengikuti alur cerita yang menarik dan cukup unik. Kenapa unik? Saya sangat suka sekali dengan film-film dengan latar belakang perang dunia ke dua. Pada Saving Private Ryan saya diperkenalkan bagaimana beratnya suasana di battlefield dan berbagai keputusan sulit yang harus diambil. Di The Pianist sisi kemanusian saya disentuh. Di sini, The King’s Speech saya berkesempatan melihat bagaimana seorang pria yang menjadi raja inggris berjuang melawan kegagapan-nya dan meningkatkan rasa percaya dirinya, dimana saat itu dunia sedang diambang perang dunia ke II.

Cukup, nge-review film-nya. Kalau review yang lebih bagus dan lengkap bisa Anda lihat sendiri di Internet. Yang menarik bagi saya, ada satu quote yang menarik di tengah film.

If I am a King, where is my power? Can I form a government? Can I levy a tax? Declare a war? No! And yet I am the seat of all authority. Why? Because the nation believes that when I speak, I speak for them.

Lalu, menariknya dimana? Ini mengingatkan saya kembali ke pelajaran kewarganegaraan sewaktu SMA dulu. Inggris yang menganut sistem pemerintahan monarki, mempunyai raja dan ratu hanya sebagai simbolik saja. Sedangkan yang menjalankan pemerintahan adalah Perdana Mentri nya, disamping itu juga ada House of Commons dan House of Lords yang saya lupa dengan pasti tugas-tugasnya apa saja. Hehe…

Untuk argumen ini monarki disini berarti constitutional monarchy. Menurut saya sistem pemerintahan monarki lebih dari politik dan jauh dari perubahan politik dan opini. Raja/Ratu memberikan stabilitas jangka panjang untuk negara, tanpa ada sikap mengancam.

Di negara republik dimana kepala pemerintahan juga kepala negara, presiden memiliki dua peran dan selalu ada perubahan siapa yang memegang kekuasaan setiap beberapa periode (5 atau 10 tahun di Indonesia). Ada juga divisi karena ada pengaruh politis dan perbedaan politik serta persaingan. Jadi ketika presiden mengambil keputusan akan selalu ada pesaing politik yang siap untuk mengkritisasi pekerjaannya dan mencari kejelekannya.

Dalam konteks film ini George VI dan Queen Elizabeth dapat merangkul dan menyatukan rakyatnya ketika peperangan. Mereka tanpa ada agenda politik apapun, rumah mereka hancur, dan merekapun berbagi makanan sebagaimana rakyat Inggris biasanya. Mereka bukanlah bagian dari pemerintah, seperti presiden atau perdana menteri.

Sekarang, ratu, memberikan dukungan dan menyatukan rakyatnya. Dia juga menghubungkan rakyat dengan pemerintah. Ketika dia berpidato, dia berpidato kepada dan untuk rakyat. Tidak ada agenda politik, tidak cari muka untuk kampanye supaya dipilih kembali. Sebuah sistem pemerintahan yang menarik.